Senin, 30 Maret 2020

Cerita Kucing


BLACK DAN GREY
Sebuah Pengalaman Pribadi

Aprik 2017, aku didekati seorang muridku, saat mereka mengerjakan lembar tugas yang kuberikan. "Pak, dari postingan Bapak di efbe, kayaknya Bapak seneng kucing ya?", tanya muridku. "Ah, enggak cuma seneng liatnya aja", timpalku. "Pak, saya sedih. Ibu saya mau buang anak kucing angora punya saya", katanya. "Lah, kok dibuang?", tanyaku. "Dua duanya pengkor Pak", timpalnya. "Daripada dibuang kasih saya aja", tawarku.

Awalnya anakku yang bungsu merawatnya. Aku sebagai bapak hanya bisanya memberi, selanjutnya gunakan kata sakti -kok-. 'Kok belum dikasih makan, kok pupnya belum dibuang'. Setiap hari anakku rajin perawat grey dan black, itu julukan yang diberikan anakku kepada kedua kucing itu. Meski keduanya berkaki cacat, tidak mengurangi rasa sayang anakku.

Tibalah hari yang dinantikan anakku, tapi dinafikan olehku. Ya, hari itu aku mengantarkannya ke pesantren. Jatuhlah 'hak asuh' kedua kucing kepadaku. Minggu pertama its ok. Minggu kedua, baru kumenyesal menggunakan kata 'kok'. Betapa sulit memelihara kucing. Rasa sulit itu lama lama menjadi rasa sayang. Sampai tak terasa aku sering mengajak kucing-kucingku tidur bersama (terserah pembaca menginterpretasikan😀).

Waryanto
Cilandak, Jakarta Selatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar