Senin, 30 Maret 2020


FROM KETOPRAK TO FRIENDSHIP


"Mas, ketopraknya dua!". Kataku. 5 Januari 2005, aku baru saja pindah status dari 'kontraktor' menjadi 'orang komplek'. Segera percakapan ringan mengalir selagi pesananku dibuat. Ia bertanya mengenai kepindahanku. Ya, abang ketoprak itulah orang yang pertama kali aku ajak ngobrol di komplek ini.

Minggu-minggu berikutnya, tepatnya hari minggu, aku selalu sarapan dengan ketoprak. Ada yang berbeda dengan 'taste' dan bumbunya. Lebih mengena di lidah dan perut tentunya. Bumbu kacangnya asli tanpa tambahan bahan lain. Selain bawang putih ditambahkan pula bawang merah. Taugenya sama dengan tauge untuk laksa. Tahunya selalu hamgat diambil dari wajan. Pokoknya mak nyus.

Suatu hari hari asistenku mengabarkan bahwa mas-mas ketoprak tertabrak truk tronton dan tidak tertolong. Ingin takziyah tapi tidak tahu rumahnya. Akhirnya hanya untaian doa yang hanya bisa kupanjatkan.

Dua bulan telah berlalu sejak kabar duka tersebut. Di pagi minggu itu aku belum sarapan. Sambil menunggu istri membuat dan menyiapkan sarapan, aku membersihkan rumput liar di sekitar rumahku. Sayup-sayup kudengar nada yang kukenal. Ah, gak mungkin itu. Paling efek lapar jadi mikir yang enggak-enggak. Makin lama nada itu makin dekat. Kotoleh ke arah ujung belokan, tiba-tiba muncul gerobak ketoprak yang belum pernah kulihat. Tapi aku kenal sosok dibelakang gerobak itu. "Ini mas ketoprak kan?". Tanyaku. Iya mengangguk. Segera aku pesan seperti biasanya. Ternyata kabar tersebut hanya kabar yang tidak sempurna. Gerobaknyalah yang tidak tertolong. Masnya sempat menghindar. Alhamdulillaah.

Waryanto,
Cilandak, Jakarta Selatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar